Sebagai makhluk hidup, manusia membutuhkan nutrisi agar tubuh dapat berfungsi secara optimal. Sumber nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh kita salah satunya berasal dari makanan. Makanan bisa terdiri dari karbohidrat, lemak, serat, protein, vitamin, dan mineral.
Di Indonesia, makan identik dengan nasi. Bahkan banyak orang Indonesia yang merasa ‘belum makan’ ketika belum memakan nasi, meskipun berbagai macam makanan telah dikonsumsi. Padahal, sumber nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh juga ada pada makanan lain selain nasi, seperti jagung, singkong, sagu, ubi, kentang, oats, pasta, dan lain-lain.
Indonesia dengan wilayah yang luas dan penduduk yang banyak seharusnya mampu menciptakan ketahanan pangan yang kuat. Namun, realita yang terjadi saat ini justru menunjukkan bahwa ketahanan pangan di Indonesia masih terbilang rendah. Rendahnya ketahanan pangan ini disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya adalah ketergantungan terhadap beras.
Kebutuhan akan beras terus meningkat setiap tahunnya seiring dengan pertumbuhan penduduk di Indonesia. Dengan wilayah yang sangat luas ini, Indonesia sebenarnya mampu memenuhi kebutuhan beras dalam negeri tanpa harus mengimpor dari negara lain. Namun sangat disayangkan karena saat ini, sebagian besar beras yang ada di Indonesia berasal dari luar negeri. Bahkan, Indonesia disebut-sebut sebagai negara importir beras terbesar di dunia.
Dalam kurun waktu 20 tahun terakhir ini, Indonesia lebih banyak membuka lahan baru untuk kelapa sawit dan kakao daripada lahan untuk menanam padi. Beras sebagai komoditas utama masyarakat Indonesia seharusnya lebih ditingkatkan lagi produksinya. Produksi beras bisa ditingkatkan dengan cara membuka lahan pertanian seluas-luasnya, memberikan penyuluhan dan sosialisasi kepada petani tentang pemilihan benih dan pupuk yang unggul, sistem irigasi yang baik dan teratur, peminjaman modal, bahkan mungkin pemberian asuransi kepada para petani.
Seperti yang sudah dibahas diawal tadi, sumber nutrisi pengganti nasi sangatlah banyak. Jagung dan kentang adalah sebagian makanan pengganti nasi, yang cukup mudah ditemui di Indonesia. Selain mudah ditemui, jagung dan kentang, ataupun makanan pengganti nasi lainnya memiliki gizi yang tak kalah banyak dengan nasi. Bahkan beberapa diantaranya lebih menyehatkan salah satunya karena kandungan karbohidrat yang rendah.
Di zaman modern ini, sudah saatnya Indonesia mengurangi ketergantungan terhadap beras. Jika suatu hari terjadi kelangkaan beras, baik di Indonesia maupun dunia, mungkin orang Indonesia akan sangat merasa tersiksa karena tidak dapat lagi mengonsumsi makanan utamanya. Beda halnya apabila orang Indonesia sudah membiasakan diri untuk memakan makanan lain sebagai pengganti nasi, pasti sudah terbiasa dan tidak perlu merasa tersiksa karena tidak ada beras.
Keanekaragaman pangan di Indonesia amatlah banyak. Untuk itu, sangat disayangkan apabila Indonesia hanya bergantung pada satu atau dua komoditas saja. Kurangnya sosialisasi tentang keanekaragaman pangan mungkin menjadi salah satu penyebabnya. Apabila keanekaragaman pangan lebih digalakkan lagi, bukan tidak mungkin Indonesia bisa terlepas dari ketergantungan terhadap satu atau dua komoditas tertentu.
Media sosialisasi yang paling ampuh adalah melalui media massa. Media massa menyebarluaskan informasi dalam waktu singkat dan sangat efektif. Media massa juga mampu menggerakkan masyarakat untuk melakukan sesuatu, termasuk dalam keanekaragaman pangan ini. Pangan yang beragam mampu menguatkan ketahanan pangan, karena ketahanan pangan cakupannya bukan hanya pada satu atau dua komoditas lagi, melainkan banyak.
Sosialisasi melalui media massa sebenarnya sudah sering dilakukan oleh pemerintah, termasuk dalam hal keanekaragaman pangan ini. Sosialisasi ini bisa melalui iklan, berita, artikel, atau bahkan film. Namun, sosialisasi ini tidak akan terlalu berpengaruh apabila tidak diimbangi dengan penyuluhan-penyuluhan secara langsung kepada masyarakat.
Pemerintah dapat melakukan penyuluhan dengan cara mengumpulkan masyarakat di setiap desa. Dalam hal ini, ibu (atau wanita dalam sebuah keluarga) adalah agen yang cocok untuk diberikan penyuluhan. Karena soal makanan dan masak-memasak biasanya dilakukan oleh ibu/istri.
Apabila agen sosialisasi ini (ibu/istri) sudah mengerti akan pentingnya keanekaragaman pangan untuk menguatkan ketahanan pangan, tentu saja mereka akan menerapkannya dalam keluarga mereka.
Sosialisai semacam ini tidak cukup hanya dilakukan sekali, namun berkelanjutan sehingga agen sosialisasi ini benar-benar paham bahwa makanan pokok yang sehat dan mengenyangkan itu bukan hanya nasi, serta memahami bahwa keanekaragaman pangan dapat membantu menguatkan ketahanan pangan.
Di Indonesia, makan identik dengan nasi. Bahkan banyak orang Indonesia yang merasa ‘belum makan’ ketika belum memakan nasi, meskipun berbagai macam makanan telah dikonsumsi. Padahal, sumber nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh juga ada pada makanan lain selain nasi, seperti jagung, singkong, sagu, ubi, kentang, oats, pasta, dan lain-lain.
Indonesia dengan wilayah yang luas dan penduduk yang banyak seharusnya mampu menciptakan ketahanan pangan yang kuat. Namun, realita yang terjadi saat ini justru menunjukkan bahwa ketahanan pangan di Indonesia masih terbilang rendah. Rendahnya ketahanan pangan ini disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya adalah ketergantungan terhadap beras.
Kebutuhan akan beras terus meningkat setiap tahunnya seiring dengan pertumbuhan penduduk di Indonesia. Dengan wilayah yang sangat luas ini, Indonesia sebenarnya mampu memenuhi kebutuhan beras dalam negeri tanpa harus mengimpor dari negara lain. Namun sangat disayangkan karena saat ini, sebagian besar beras yang ada di Indonesia berasal dari luar negeri. Bahkan, Indonesia disebut-sebut sebagai negara importir beras terbesar di dunia.
Dalam kurun waktu 20 tahun terakhir ini, Indonesia lebih banyak membuka lahan baru untuk kelapa sawit dan kakao daripada lahan untuk menanam padi. Beras sebagai komoditas utama masyarakat Indonesia seharusnya lebih ditingkatkan lagi produksinya. Produksi beras bisa ditingkatkan dengan cara membuka lahan pertanian seluas-luasnya, memberikan penyuluhan dan sosialisasi kepada petani tentang pemilihan benih dan pupuk yang unggul, sistem irigasi yang baik dan teratur, peminjaman modal, bahkan mungkin pemberian asuransi kepada para petani.
Seperti yang sudah dibahas diawal tadi, sumber nutrisi pengganti nasi sangatlah banyak. Jagung dan kentang adalah sebagian makanan pengganti nasi, yang cukup mudah ditemui di Indonesia. Selain mudah ditemui, jagung dan kentang, ataupun makanan pengganti nasi lainnya memiliki gizi yang tak kalah banyak dengan nasi. Bahkan beberapa diantaranya lebih menyehatkan salah satunya karena kandungan karbohidrat yang rendah.
Di zaman modern ini, sudah saatnya Indonesia mengurangi ketergantungan terhadap beras. Jika suatu hari terjadi kelangkaan beras, baik di Indonesia maupun dunia, mungkin orang Indonesia akan sangat merasa tersiksa karena tidak dapat lagi mengonsumsi makanan utamanya. Beda halnya apabila orang Indonesia sudah membiasakan diri untuk memakan makanan lain sebagai pengganti nasi, pasti sudah terbiasa dan tidak perlu merasa tersiksa karena tidak ada beras.
Keanekaragaman pangan di Indonesia amatlah banyak. Untuk itu, sangat disayangkan apabila Indonesia hanya bergantung pada satu atau dua komoditas saja. Kurangnya sosialisasi tentang keanekaragaman pangan mungkin menjadi salah satu penyebabnya. Apabila keanekaragaman pangan lebih digalakkan lagi, bukan tidak mungkin Indonesia bisa terlepas dari ketergantungan terhadap satu atau dua komoditas tertentu.
Media sosialisasi yang paling ampuh adalah melalui media massa. Media massa menyebarluaskan informasi dalam waktu singkat dan sangat efektif. Media massa juga mampu menggerakkan masyarakat untuk melakukan sesuatu, termasuk dalam keanekaragaman pangan ini. Pangan yang beragam mampu menguatkan ketahanan pangan, karena ketahanan pangan cakupannya bukan hanya pada satu atau dua komoditas lagi, melainkan banyak.
Sosialisasi melalui media massa sebenarnya sudah sering dilakukan oleh pemerintah, termasuk dalam hal keanekaragaman pangan ini. Sosialisasi ini bisa melalui iklan, berita, artikel, atau bahkan film. Namun, sosialisasi ini tidak akan terlalu berpengaruh apabila tidak diimbangi dengan penyuluhan-penyuluhan secara langsung kepada masyarakat.
Pemerintah dapat melakukan penyuluhan dengan cara mengumpulkan masyarakat di setiap desa. Dalam hal ini, ibu (atau wanita dalam sebuah keluarga) adalah agen yang cocok untuk diberikan penyuluhan. Karena soal makanan dan masak-memasak biasanya dilakukan oleh ibu/istri.
Apabila agen sosialisasi ini (ibu/istri) sudah mengerti akan pentingnya keanekaragaman pangan untuk menguatkan ketahanan pangan, tentu saja mereka akan menerapkannya dalam keluarga mereka.
Sosialisai semacam ini tidak cukup hanya dilakukan sekali, namun berkelanjutan sehingga agen sosialisasi ini benar-benar paham bahwa makanan pokok yang sehat dan mengenyangkan itu bukan hanya nasi, serta memahami bahwa keanekaragaman pangan dapat membantu menguatkan ketahanan pangan.
Komentar
Posting Komentar